Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej mengungkapkan
bahwa pelarangan organisasi Front Pembela Islam (FPI) setidaknya didasarkan oleh
enam alasan.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Bersama Mendagri, Menkumham,
Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT Nomor 220/4780 tahun
2020, Nomor 264 Tahun 2020, Kb/3/12/2020 tentang larangan kegiatan penggunaan
simbol dan atribut serta penghentian FPI.
Alasan itu tercantum dalam
bagian 'Menimbang' di Keputusan Bersama itu yang dibacakan
oleh Eddy, di Jakarta, Rabu (30/12).
Pertama
Kata Eddy, keberadaan UU No. 17 Tahun 2013
sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Ormas terkait
dengan tujuan untuk menjaga eksitanesi idelogi dan konsensus bernegara
Pancasila, UUD 1945, keutuhan negara, dan Bhinneka Tunggal.
Kedua
Isi anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal
2 UU Ormas.
Ketiga
FPI belum memperpanjang Surat Ketarangan
Terdaftar FPI sebagai ormas yang berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019,
sesuai dengan Keputusan Mendagri tanggal 20 Juni 2014.
"Dan sampai sekarang FPI belum memenuhi
syarat untuk memperpanjang SK itu. Maka, secara de jure mulai 21 Juni
2019 FPI dianggap bubar," kata Eddy.
Keempat
Kegiatan ormas tidak boleh bertentangan
dengan Pasal 5, Pasal 59 ayat (3), Pasal 59, dan Pasal 82 UU Ormas.
Kelima
Ada 35 orang pengurus dan anggota FPI yang
pernah terlibat terorisme dan 29 orang telah dipidana.
"Disamping itu 206 org terlibat pidana umum dan 100
telah dipidana," tambah Eddy.
Keenam
Pengurus dan anggota FPI kerap melakukan razia
atau sweeping di masyarakat padahal itu tugas aparat.
"Berdasar pertimbangan itu, perlu
menetapkan Keputusan Bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Kapolri,
Jaksa Agung, Kepala BNPT tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol
dan atribut, serta penghentian FPI mengingat pasal 28 c ayat (2), pasal 28 d
UUD 1945," tandas Eddy.
Post a Comment