Presiden Turki, Recep Tayyip
Erdogan, memberi sinyal ingin memperbaiki hubungan diplomatik dengan Israel. Sejarah hubungan diplomatik Turki dan Israel sudah lama terjalin.
Dilansir Middle
East Eye, Sabtu (26/12), Erdogan menyatakan sampai saat ini kedua negara
masih berhubungan dalam hal intelijen.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan setelah menunaikan salat Jumat kemarin.
"Kita punya masalah dengan para pejabatnya (Israel).
Jika tidak ada masalah di pucuk pimpinan, hubungan kita akan sangat
berbeda," kata Erdogan. Hubungan Turki dan Israel memburuk sejak 2018,
setelah Negeri Zionis mengusir duta besar Turki.
Turki di bawah pemerintahan Erdogan juga terus menyatakan
dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, menolak pendudukan Israel terhadap
Tepi Barat, serta blokade atas Jalur Gaza.
"Kami ingin membawa hubungan diplomatik kepada kondisi
yang lebih baik. Kebijakan soal Palestina adalah garis batas kami. Mustahil
bagi kami mendukung kebijakan Israel terhadap Palestina. Tindakan mereka yang
tidak memiliki rasa iba tidak bisa diterima," ujar Erdogan.
Hubungan Israel dan Turki memanas ketika insiden kapal Mavi
Marmara pada 2010 silam. Saat itu, kapal Mavi Marmara bergabung dalam rombongan
yang hendak mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.
Di tengah perjalanan, militer Israel mencegat armada kapal
bantuan itu hingga terjadi bentrokan. Dalam kejadian itu, tentara Israel
menembak mati delapan warga Turki, dan seorang aktivis keturunan Turki-Amerika
Serikat.
Seorang penduduk Turki lainnya yang terluka dalam bentrokan
di kapal itu akhirnya meninggal.
Enam tahun kemudian, Turki dan Israel sepakat memulihkan
hubungan diplomatik, dengan saling mengirim duta besar, mengakhiri sanksi di
antara kedua negara. Israel juga sepakat membayar ganti rugi kepada keluarga
korban insiden Mavi Marmara.
Akan tetapi, keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang
mengakui kedaulatan Israel atas Yerusalem memicu protes dari Turki. Perseteruan
semakin tajam setelah Israel juga bertindak represif terhadap para penduduk
Palestina yang melakukan unjuk rasa di Yerusalem.
Alhasil kedua negara memutuskan hubungan diplomatik pada Mei
2018. Akan tetapi, mereka tidak menutup kantor kedutaan masing-masing.
Pada awal Desember lalu, pemerintah Turki dilaporkan
mempersiapkan duta besar untuk bertugas di Israel. Calon yang dipersiapkan
adalah Ufuk Ulutas.
Dia bukan seorang diplomat karir, dan saat ini menjadi kepala
pusat penelitian di Kementerian Luar Negeri Turki.
Sebelumnya Ulutas adalah seorang kepala lembaga riset yang
pro pemerintah.
Dia merupakan lulusan Hebrew University of Jerusalem, dan
menempuh studi Bahasa Ibrani dan Politik Timur Tengah.
Israel juga dilaporkan berupaya memperbaiki hubungan dengan
Turki, dan siap mengirimkan duta besar yang baru.
Erdogan baru-baru ini terpilih sebagai tokoh Muslim paling
berpengaruh di dunia.
Post a Comment