Tawakkul Karman
Penghargaan Nobel adalah sebuah anugerah yang diserahkan kepada mereka yang telah berjasa besar bagi hajat hidup orang banyak. Entah itu berkontribusi dalam bidang Fisika, Kimia, Sastra, Kedokteran, hingga Perdamaian. Dilihat dari usaha para peraihnya, penghargaan ini bisa jadi jauh lebih penting dan prestisius ketimbang Oscar, piala Grammy, atau bahkan Piala Dunia.
Penghargaan yang pertama kali diberikan pada tahun 1901 ini telah diterima oleh banyak manusia hebat dan berdedikasi dalam bidangnya masing-masing.
Dengan adanya hari raya umat Islam dan berita penghargaan Nobel 2020 yang masih hangat, sepertinya cocok untuk membahas siapa saja tokoh Islam yang mendapat Nobel. Dari lebih dari 800 orang yang mendapat penghargaan Nobel di 6 bidang, 12 diantaranya adalah Muslim dan dari 12 orang itu hanya 3 yang ada dibidang sains. Untuk bagian 1 kalian bisa baca disini
Tulisan ini bertujuan untuk menginspirasi umat Islam di grup ini supaya lebih bersemangat dalam berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia, seperti zaman keemasan yang pernah dicapai Islam beberapa ratus tahun yang lalu. Tapi, tahukah kamu ada berapa banyak peraih Nobel yang ternyata seorang Muslim?
NOBEL PERDAMAIAN
1. Anwar Sadat (1978 - Mesir)
Anwar Sadat saat itu merupakan presiden Mesir yang berkontribusi terhadap perdamaian Mesir dengan Israel, sehingga muncul harapan untuk perdamaian di seluruh kawasan Timur Tengah. Bersama dengan perdana menteri Israel Menachem Begin, mereka berdua mendapatkan Nobel setelah menandatangani perjanjian damai Camp David Accord di Washington tahun 1978. Sejak saat itu Mesir menjadi salah satu negara yang mengakui Israel. Atas perjanjian ini, Israel mengembalikan semenanjung Sinai yang mereka kuasai ke Mesir. Perjanjian ini dikritik oleh banyak negara arab. Tahun 1981, dia ditembak di oleh tentaranya sendiri di salah satu parade perayaan militer karena perjanjian tersebut.
Anwar Sadat adalah muslim pertama yang mendapatkan penghargaan Nobel.
2. Yasser Arafat (1994 - Palestina)
Yasser Arafat mendapatkan Nobel bersama dengan politikus Israel Shimon Peres dan Yitzhak Rabin atas "usaha mereka untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah". Yasser Arafat berjuang sejak lama dalam memusuhi berdirinya negara Israel. Dia mendirikan Fatah yaitu partai terbesar di pemerintahan Palestina. Saat Israel berkuasa akibat kekalahan aliansi negara Arab, Palestina berpindah-pindah markas dari Yordania, Lebanon, baru kemudian di Tunisia untuk menyerang Israel. Sejak di Tunisia tahun 1980an, dia mulai berubah strategi dari konflik ke negosiasi untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina. Tahun 1994, akhirnya dia kembali ke Palestina dan terus bernegosiasi damai dengan Israel. Misalnya di Konferensi Madrid 1991, Perjanjian Oslo 1993, dan Pertemuan Camp David 2000.
Akan tetapi, dukungan atas Fatah makin melemah dan Hamas makin kuat. Hamas yang sangat anti-Israel dapat berkuasa di Gaza setelah menang pemilu. Sedangkan Fatah masih menguasai Tepi Barat yang didalamnya ada kota besar seperti Ramallah dan Yerusalem. Dia kemudian meninggal karena sakit di tahun 2004.
Yasser Arafat adalah tokoh yang sangat kontroversial. Dia dianggap sebagai pahlawan oleh banyak warga Palestina, tetapi beberapa pihak di kubu Palestina menganggapnya korup atau bahkan terlalu lembut terhadap Israel. Di Israel dia dianggap oleh banyak orang sebagai teroris karena aksinya terdahulu sebelum mendapat Nobel perdamaian.
3. Shirin Ebadi (2003 - Iran)
Dia adalah wanita muslim pertama yang memenangkan hadiah Nobel sekaligus satu-satunya warga negara Iran yang mendapat Nobel. Shirin Ebadi adalah profesor, pengacara, hakim dan penulis yang memperjuangkan hak wanita, hak anak, hak pengungsi dan demokrasi. Shirin Ebadi adalah hakim wanita pertama di Iran yang dipaksa turun jabatan setelah terjadi Revolusi Islam di Iran tahun 1979. Dia kemudian mendapatkan lisensi untuk menjadi pengacara dan menggunakan keahliannya di bidang hukum untuk membela berbagai musuh politik pemerintah sehingga dia pernah ditahan. Dia menggalakkan petisi untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita di Iran. Selain itu, Ebadi menulis berbagai buku tentang Hak Asasi Manusia dan mendapat pengakuan dari UNICEF. Selain HAM, dia juga berjuang untuk menegakkan demokrasi di Iran yang tergerus oleh pimpinan keagamaan Syiah yang menguasai negara itu sejak 1979.
4. Mohamed El-Baradei (2005 - Mesir)
El-Baradei adalah ahli hukum dan diplomat Mesir yang menjadi Jendral Direktur International Atomic Energy Agency/Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dari 1997 sampai 2009. IAEA adalah organisasi PBB yang bertugas untuk mempromosikan energi nuklir untuk perdamaian dunia dengan tidak menggunakannya sebagai senjata tetapi untuk hal yang jauh lebih berguna seperti di bidang ketenagalistrikan, kedokteran, dll.
5. Muhammad Yunus (2006 - Bangladesh)
Yunus adalah ahli ekonomi pendiri Grameen Bank di Bangladesh tahun 1983. Dia bersekolah di Amerika Serikat dan membawa ilmunya pulang ke Bangladesh. Dia menjadi profesor di Bangladesh dan berniat untuk mengentaskan kemiskinan dinegaranya sehingga muncul ide untuk mendirikan Grameen Bank. Mekanisme yang digunakan Grameen Bank disebut microlending atau microcredit yaitu pinjaman terhadap masyarakat miskin untuk membangun bisnis tanpa bunga yang besar. Prinsip Grameen Bank adalah mengakhiri kemiskinan itu bukan dengan sumbangan tapi dengan pinjaman. Grameen Bank berkembang pesat di Bangladesh dengan jutaan peminjam dan lebih dari 99% uang pinjaman dikembalikan. Kesuksesannya membuat modelnya ditiru oleh organisasi lain di berbagai negara.
6. Tawakkol Karman (2011 - Yaman)
Tawakkol Karman adalah wanita aktivis HAM Yaman yang mendapatkan Nobel 2011 bersama dengan Ellen Johnson Sirleaf dan Leymah Gbowee dari Liberia. Yaman dan Liberia adalah negara dengan tingkat HAM yang sangat buruk karena adanya konflik dan pemimpin yang brutal. Ketiga orang tersebut membuktikan bahwa wanita juga bisa berpartisipasi bahkan memimpin perjuangan HAM dan demokrasi. Tawakkol Karman adalah tokoh penting dalam Arab Spring di Yaman tahun 2011. Arab Spring adalah gerakan besar-besaran di berbagai negara Arab untuk memperjuangkan demokrasi dan HAM. Negara Arab banyak berupa diktator dan monarki absolut dengan kebebasan berpendapat yang dibatasi. Arab Spring terinspirasi dari digulingkannya Presiden Ben Ali di Tunisia.
Perjuangan Karman di Yaman berhasil dengan digulingkannya Presiden Ali Abdullah Saleh yang brutal. Dia menggunakan statusnya sebagai penerima penghargaan Nobel untuk menarik simpati dunia dan menekan PBB untuk menghukum Saleh di Mahkamah Pidana Internasional / International Criminal Court. Dengan diberikannya Nobel ini, panitia Nobel berharap bahwa wanita di seluruh dunia terinspirasi untuk bersuara membela haknya.
7. Malala Yousafzai (2014 - Pakistan)
Malala adalah penerima penghargaan Nobel termuda di usia 17 tahun. Dia adalah aktivis penegak Hak Asasi wanita dan anak-anak terutama di bidang pendidikan. Kampung halamannya di suatu wilayah Pakistan bernama Distrik Swat yang diperintah oleh organisasi teroris Taliban. Salah satu aturan yang diterapkan Taliban adalah melarang perempuan untuk sekolah. Sehingga Malala dididik secara privat oleh ayahnya yang seorang aktivis pendidikan. Kemudian Malala mendapat kesempatan berpidato di suatu klub jurnalistik profesional dan pidatonya terangkat di berbagai media. Disaat Tentara Pakistan berperang merebut distrik Swat dari Taliban, Malala dan ayahnya berjuang mengkritik militan lewat pers. Secara sembunyi-sembunyi Malala juga membuat film dokumenter kekerasan Taliban bersama BBC. Hasilnya Malala mendapat ancaman pembunuhan dari Taliban dan kepalanya tertembak. Dia ditransfer ke rumah sakit di Inggris dan berhasil sembuh, dukungan dari berbagai pihak bermunculan, namanya menjadi makin populer dan diliput berbagai media internasional. Karena kisahnya ini dia mendapat penghargaan Nobel. Kemudian dia bersekolah di Inggris dan berhasil masuk Universitas Oxford di jurusan Filsafat, Ekonomi, dan Politik dan tetap aktif di dalam memperjuangkan pendidikan.
Dia pertamanya bercita-cita sebagai dokter, namun karena dukungan dari ayahnya akhirnya dia bercita-cita sebagai politikus untuk membawa perubahan di negaranya.
NOBEL SASTRA
1. Naguib Mahfouz (1988 - Mesir)
Naguib Mahfouz lahir di Kairo pada tahun 1911, Naguib Mahfouz mulai menulis ketika dia berusia tujuh belas tahun. Novel pertamanya diterbitkan pada tahun 1939 dan sepuluh lainnya ditulis sebelum Revolusi Mesir Juli 1952, ketika dia berhenti menulis selama beberapa tahun. Namun, satu novel diterbitkan ulang pada tahun 1953, dan munculnya Triologi Kairo, Bayn al Qasrayn, Qasr al Shawq, Sukkariya (Antara-Istana, Istana Kerinduan, Rumah Gula) pada tahun 1957 membuatnya terkenal di seluruh dunia Arab sebagai penggambaran kehidupan kota tradisional. Dengan The Children of Gebelawi (1959), ia mulai menulis lagi, dengan nada baru yang sering menyembunyikan penilaian politik di bawah alegori dan simbolisme. Karya periode kedua ini termasuk novel, The Thief and the Dogs(1961), Autumn Quail (1962), Small Talk on the Nile (1966), dan Miramar (1967), serta beberapa kumpulan cerpen.
Hingga tahun 1972, Mahfouz dipekerjakan sebagai pegawai negeri, pertama di Ministry of Mortmain Endowments, kemudian sebagai Director of Censorship di Bureau of Art, sebagai Director of Foundation for Support of the Cinema, dan, akhirnya, sebagai konsultan di bidang Kebudayaan. Urusan Kementerian Kebudayaan. Bertahun-tahun sejak pensiun dari birokrasi Mesir telah menyaksikan ledakan kreativitas lebih lanjut, sebagian besar bersifat eksperimental. Dia sekarang adalah pengarang tidak kurang dari tiga puluh novel, lebih dari seratus cerita pendek, dan lebih dari dua ratus artikel. Separuh dari novelnya telah dibuat menjadi film yang beredar di seluruh dunia berbahasa Arab. Di Mesir, setiap terbitan baru dianggap sebagai peristiwa budaya besar dan namanya pasti termasuk yang pertama disebutkan dalam diskusi sastra apa pun dari Gibraltar ke Teluk. Berkontribusi besar dalam sastra Arab modern. Menulis berbagai novel, cerpen, kolom koran, drama, dan film.
2. Orhan Pamuk (2006 - Turki)
Orhan Pamuk dilahirkan di Istanbul pada tahun 1952. Kakeknyaadalah seorang insinyur sipil dan pengusaha sukses yang kaya raya dengan membangun rel kereta api dan pabrik. Ayah nya mengikuti jejaknya, tetapi alih-alih menghasilkan uang, dia terus merugi. Orhan Pamuk menempuh pendidikan di sekolah swasta di Istanbul, dan setelah belajar arsitektur selama tiga tahun, ia keluar, mendaftar di kursus jurnalisme, dan mulai menjadi penulis. Antara usia 7 dan 22 tahun, ia bermimpi menjadi pelukis. Selama masa kanak-kanak dan masa remaja nya, dia melukis dengan tujuan yang bahagia dan penuh gairah. Tetapi pada saat Orhan berhenti melukis pada usia 22 tahun, dia tahu bahwa dirinya tidak punya pilihan selain mengabdikan hidupnya untuk seni. Pada saat yang sama, Orhan tidak tahu mengapa dirinya berhenti melukis pada usia 22 tahun dan mulai menulis novel pertamanya, Cevdet Bey and Sons. Menulis novel terkenal seperti My Name is Red dan Snow
sumber :
[1]wikipedia.com
[2]britanica.com
[3]nobelprize.org
Post a Comment