Memasuki pekan ke tiga, lewat media sosial (medsos) beredar
tawaran preorder vaksinasi. Janji yang diberikan ialah pelayanan
vaksinasi akan diberikan satu atau dua bulan ke depan, yang penting
mendaftar dulu. Tidak disebutkan jenis vaksin untuk Covid-19 itu dan
berapa harganya, tapi tawaran itu mengatasnamakan beberapa rumah sakit dan
klinik di beberapa kota besar di Indonesia.
Promo itu surut setelah pemerintah menegaskan, belum ada izin
apa pun yang dikeluarkan terkait vaksinasi mandiri. Profesor Wiku Adisasmito,
juru bicara Satgas Penanggulangan Covid-19, mewanti-wanti bahwa sejauh ini
belum ada vaksin Covid-19 yang memperoleh izin edar atau emergency
use authorisation (EUA) dari pihak Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM). ‘’Masyarakat mohon berhati-hati,’’ kata Profesor Wiku, pada konferensi
persnya Kamis (10/12/2020). Di luar yang mendapat EUA dari BPOM nanti, kata
Wiku, vaksin itu tidak terjamin keamanan dan manfaatnya. Belum lagi, potensi
barang palsu yang tentu berbahaya.
Topik vaksinasi memang ramai dibicarakan memasuki akhir
tahun. Kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac Biotech dari Beijing Minggu
(6/12/2020) malam telah menarik perhatian masyarakat secara luas. Tahap kedua,
sebanyak 1,8 juta dosis, akan kembali dikirim medio Januari 2021. Masih di
pekan kedua Desember 2020, Inggris Raya menjadi negara pertama di dunia yang
melakukan vaksinasi massal untuk Covid-10. Otoritas Kesehatan Inggris telah
memberikan EUA untuk vaksin AstraZeneca dan Pfizer.
Tiga hari kemudian Kerajaan Arab Saudi mengumumkan pemakaian
vaksin Pfizer dan siap melakukan vaksinasi gratis sebelum tutup tahun 2020. Hal
yang serupa dilakukan Bahrain. Amerika Serikat dan Kanada telah
mendistribusikan jutaan dosis vaksin Pfizer ke berbagai kota. Kick-off vaksinasi
massal pun mulai digulirkan di sana.
Di Indonesia, vaksinasi masih menunggu pengujian BPOM yang
diperkirakan baru akan selesai di pekan ke-2 atau ke-3 Januari. Bila lulus
ujian, 1,2 juta dosis vaksin Sinovac Biotech, ditambah 1,8 juta dosis hasil
kiriman Januari nanti, akan segera didistribusikan ke berbagai daerah
untuk vaksinasi. Prioritasnya ialah tenaga medis yang selalu berhadapan
dengan risiko tinggi penularan dan elemen pendukungnya dari TNI-Polri, teknisi
lab, petugas fasilitas pelayanan kesehatan lain, serta aparatur penegak hukum.
Jumlahnya diperkirakan lebih dari 3 juta orang.
Sinovac tentu bukanlah satu-satunya vaksin bagi Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor 9.860 tahun 2020 yang diterbitkan
3 Desember lalu menyebut ada enam vaksin yang dinilai sesuai untuk
Indonesia. Yakni, vaksin PT Biofarma (persero) yang akan memproduksi vaksin
racikan Sinovac, AstraZeneca dari Inggris, vaksin Sinopharm (Tiongkok), Moderna
(AS), Pfizer (AS), serta Sinovac.
Menurut Kepmenkes itu, produk farmasi tersebut akan
digunakan untuk vaksinasi yang dilakukan pemerintah secara gratis. Sedangkan
sebagian lainnya, untuk vaksinasi mandiri (berbayar). Dalam vaksinasi mandiri,
distribusi vaksin akan ditangani Kementerian BUMN. Tapi sebelum digunakan,
semuanya harus lulus ujian dan pemeriksaan dari BPOM.
Jenis vaksin yang disebut pada Kepmenkes itu separuh dari 10
kandidat terkuat vaksin yang diakui oleh WHO. Laporan terbaru WHO yang dirilis
akhir November lalu, dalam tabel panjang yang disebut draft landscape,
ada 10 vaksin yang masuk klasemen teratas, 4 dari Tiongkok, 3 dari
Amerika Serikat (AS), 1 dari Inggris, 1 dari Belgia, dan 1 lainnya dari Rusia.
Semua disebut telah memasuki babakan akhir dari uji klinis tahap 3.
Namun, WHO tak mengeluarkan rekomendasi, tidak pula membuat
pemeringkatan kualitas. Badan Kesehatan Dunia itu hanya menunjukkan bahwa list
pada draft landscape itu dibuat dengan verifikasi data
yang ketat.
Karakteristik Vaksin Covid-19 yang Akan Masuk ke Indonesia
Data dicuplik dari New York Times, Businesswire dan CNBC.
Catatan : * temperatur antara 2 – 6 derajat Celsius **
minus (20 hingga 40) derajat Celsius *** dibawah atau sama dengan minus
94 derajat Celsius. # Efikasi (sementara) dari uji klinis Sinovac di Bandung
yang dilakukan oleh Biofarma/FK Universitas Padjadjaran. ‘## hasil uji klinis
di Uni Emirate Arab dengan 31.000 relawan (CNBC, 9 Des). ^ Rata-rata angka
efikasi AstraZeneca dari uji klinis di banyak tempat, dengan kisaran 91 persen
– 63 persen.
Dari lima vaksin pilihan Kementerian Kesehatan RI tersebut
masing-masing punya kelebihan sendiri. Kelimanya dianggap bagian yang
terbaik dari vaksin yang sudah ada. Secara umum, semuanya dinilai aman dalam
uji klinisnya dan mampu membangkitkan daya imunogenitas (menginduksi antibodi)
sampai level yang diperlukan. Beberapa ahli menyebut daya ungkit imunogenitas
itu sebagai efikasi, sementara kemampuan proteksi vaksin secara luas, di luar
lingkup uji klinis disebut efektivitas. Maka, efektivitas hanya dapat diukur
setelah vaksinasi massal dilakukan.
Jaminan Akses
Dengan nama besarnya, vaksin Pfizer termasuk produk unggulan
di pasar menengah atas. Namun, tentang manfaatnya semua terpulang pada efek
keamanan (safety), efikasi, serta efektivitasnya di lapangan. Yang paling
utama dari semua adalah ketersediaannya. Dalam situasi pandemi, akses pada
vaksin adalah urusan mendesak. Harga jangan jadi kendala.
Sejauh ini tak mudah menemukan harga vaksin dari Tiongkok.
Harga vaksin Sinovac tentu tak bisa diukur dari pembelian 30 juta dosis yang
datang ke Indonesia pada Desember ini dan Januari nanti. Setelah itu, Sinovac
akan mengirim bahan dasar vaksinnya, yang disebut vaksin curah, yang kemudian
akan diproses oleh PT Biofarma (persero) di Bandung, untuk dijadikan 45 juta
dosis.
Tentu jumlah masih kurang untuk kebutuhan nasional yang
memerlukan hampir 240 juta dosis untuk sekitar 109 juta penduduk produktif,
yakni 67 persen dari populasi penduduk usia 18–59 tahun. Diharapkan pada 2022,
PT Biofarma sudah bisa memproduksi vaksin yang dikembangkan oleh Lembaga
Eijkman Jakarta.
Platform vaksin asli Indonesia ini pun belum final. Bisa
berbasis mRNA seperti pada Pfizer, atau berbasis adenovirus vector. Tidak
tertutup kemungkinan memakai basis rekombinan. Semuanya platform baru dalam
khazanah vaksin. Bila kelak vaksin Merah Putih itu sudah tersedia, maka jaminan
akses bagi masyarakat untuk mendapatkan vaksin lebih terbuka. Namun, masyarakat
tentu tak bisa menunggu lama. Maka, melalui Kemenkes nomor 9.860 tahun
2020 pintu bagi vaksin Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer pun
dibuka. Namun, kunci pintunya ada di tangan BPOM.
Sejauh ini, pemerintah belum menetapkan secara resmi berapa
banyak masyarakat yang akan dilayani dengan vaksinasi gratis dan berapa pula
ketersediaan vaksin berbayar. Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Erick Thohir memberikan ancer-ancer sampai
September-Oktober 2021, akan ada 75 juta warga usia 19-59 tahun yang
tervaksinasi.
Dari jumlah itu, tuturnya, 32 juta akan difasilitasi pemerintah
(gratis). Mereka memperoleh prioritas akses ke vaksin karena pekerjaannya
memberikan risiko pada paparan Covid-19. Selebihnya, yang 43 juta, punya
pilihan dengan vaksinasi mandiri, berbayar. Semuanya akan melibatkan fasilitas
kesehatan (fakskes) BUMN maupun swasta. ‘’Yang swasta itu jumlahnya justru
lebih banyak dibanding milik pemerintah,’’ kata Erick Thohir dalam wawancara
yang diunggah dalam Youtube, pada Sabtu (12/12/2020).
Pemerintah, menurutnya pula, akan mengawasi pengiriman dan pemakaian vaksin. Semua faskes juga diminta mencatat pengguna vaksinnya, untuk memastikan bahwa vaksin benar-benar untuk melayani masyarakat setempat, dan bukan dikirim ke tempat lain. “Semua kita awasi, biar tak ada grey area yang kemudian menimbulkan black market,” kata Erick Thohir tegas. Pasar gelap bukan hanya akan mendistorsi harga, melainkan juga mengakibatkan mereka yang membutuhkan tak kebagian. Ketersediaan vaksin memang masih amat terbatas.
Post a Comment